10 Alasan Kebangkrutan Rohani Para Pemimpin Ibadah Kristen Kontemporer.

10 ALASAN KEBANGKRUTAN ROHANI PARA PEMIMPIN IBADAH KRISTEN KONTEMPORER.

[AkhirZaman.org] Kebangkrutan rohani para pemimpin ibadah Kristen  kontemporer Beberapa tahun terakhir tidak kurang-kurangnya pemimpin Pujian Musik Kristen kontemporer terkemuka yang telah mencela Kristus baik dengan kata-kata atau tindakan mereka.

Satu kali saya dilayani oleh seorang pemuda yang terlibat dalam suatu acara musik gospel, dan ia mengaku pada saya bahwa dia hampir kehilangan imannya karena apa yang ia alami ketika ia pergi tur bersama bandnya.

(Ia mengatakan pemain musik Injil lainnya secara teratur telah mempengaruhi dia!) Sebagai seorang pendeta dan pelayan trans-lokal selama lebih dari tiga dekade, saya telah sampai pada kesimpulan bahwa banyak orang yang terlibat dalam ibadah Kristen tampaknya memiliki hubungan yang sangat dangkal dengan Tuhan dan Gereja-Nya.

Baca Juga: Umat-umat Tuhan Jangan Pernah Lepas Dari Integritas.

(Saya bersyukur kepada Tuhan, pelayan pujian kami telah memiliki proses yang kuat dalam keterlibatan dengan jemaat lokal kami. Selain itu, pemimpin pujian kami juga memiliki hubungan yang sangat erat dengan Tuhan.)

Saya menulis ini juga dalam konteks sebagai salah seorang musisi profesional yang bertugas di tim ibadah gereja lokal selama lebih dari dua puluh lima tahun terakhir.

Berikut ini adalah beberapa alasan mengapa saya percaya banyak pemain musik dalam acara kebaktian yang bangkrut secara rohani (berdasarkan pengamatan pribadi saya, tidak berdasarkan data):


1. Banyak Pemimpin dan tim pujian hanyalah orang-orang upahan dan bukan merupakan anggota yang berkomitmen untuk satu gereja.

Saya terkejut dan kecewa melihat betapa banyak gereja besar hanya menyewa anggota tim pujian dalam ibadah mereka, bahkan mereka bukanlah orang Kristen yang berkomitmen dan / atau berkomitmen untuk gereja lokal mereka. Akibatnya, ketika seorang penyanyi berbakat atau musisi utama datang kepada Kristus, mereka tersedot ke dalam budaya bermain untuk dibayar dan ikut ke mana dolar pergi dan bukan kemana Tuhan benar-benar memimpin mereka.

2. Pendeta tidak menegakkan standar yang sama bagi penyanyi dan musisi berbakat.

Banyak pendeta mengubah standar mereka ketika menghadapi perilaku tidak bermoral atau tidak etis musisi dan penyanyi paling berbakat mereka. Alasan untuk ini adalah jelas, para musisi dan penyanyi ini membantu menarik perhatian orang banyak ke dalam jemaat mereka.

Baca Juga: Tuhan Memperingatkan Terhadap kesombongan Yang Berpusat Pada Diri Sendiri.


3. Sering orang berbakat maju tanpa berakar di dalam Kristus.

Banyak orang di bidang ini mendapati mereka bisa dipromosikan, diidolakan dan dielu-elukan di gereja mereka hanya karena bakat mereka. Akibatnya, mereka memiliki gaya hidup yang dangkal dan jarang melihat kebutuhan untuk mati bagi diri sendiri, tidak mencari Tuhan, dan tidak mengijinkan Tuhan untuk menembus jiwa mereka.

4. Musisi berbakat Kristen diidolakan di gereja.

Kami, evangelis, telah menciptakan budaya hiburan yang memberdayakan dan mempromosikan mereka yang paling berbakat di antara kita. Mereka adalah penyanyi yang sangat berbakat dan pemain musik yang dikagumi dan diidolakan untuk kemampuan mereka dengan cara yang tidak berbeda dari “The Voice” atau “American Idol”. Dengan semua pujian semacam ini dalam lingkungan masyarakat dan gereja, tidak mengherankan bahwa banyak band-band dan penyanyi Kristen telah diidolakan dengan kebanggaan tidak pernah dewasa dalam iman mereka.

5. Fokus ibadah lebih tentang (kepada) mereka daripada mengenai Kristus.

Gereja biasanya menempatkan penyanyi berbakat dan pemain musik di bagian depan dan tengah selama acara kebaktian. Oleh karena itu, pelayanan sebagian besar dinilai dari seberapa baik band ini tampil. Ini adalah jenis pengaturan yang menimbulkan ibadah kepada manusia bukan ibadah bagi Yesus. Pemimpin pujian dan pemain musik sering memiliki ego yang besar untuk menyesuaikan bakat mereka dan banyak yang keliru (walaupun mungkin sebenarnya sadar) berpikir bahwa pelayanan ini semua tentang mereka.


Baca Juga: Berdiri Untuk Prinsip.

6. Mereka sering tidak tunduk kepada Firman setelah mereka melayani dalam kebaktian.

Saya heran betapa sering saya melihat banyak anggota tim pujian meninggalkan pelayanan setelah sekian lama mereka lakulan. Saya rasa mereka berpikir bahwa puncak pelayanan ini adalah hasil kerja mereka dan segala sesuatu yang terjadi kemudian, termasuk khotbah, adalah kekecewaan.

7. Mereka melakukan tapi tidak menyembah dari hati.

Ketika pendeta dan jemaat hanya peduli tentang bakat dan pengaruh pengalaman perbaktian, mereka melestarikan budaya kinerja lebih dari budaya perbaktian. Akibatnya, anggota band dan penyanyi akan lebih fokus pada hasil kinerja dari pada perbaktian itu sendiri. Hasil dari pemikiran ini, anggota band diprogram untuk menyamakan perbaktian lebih dengan kinerja daripada menggambarkan kedekatan dengan Tuhan.

8. Mereka terlalu sensitif dan tidak mudah menerima koreksi.

Menurut pendapat saya, banyak kalangan di dunia musik yang terlalu sensitif, ego didorong megalomaniacs (kelainan jiwa yg ditandai oleh khayalan tentang kekuasaan dan kebesaran diri). Saya tahu karena sebagai pemain gitar profesional selama bertahun-tahun, saya juga merasa bersalah dalam hal ini. Orang-orang seperti ini sangat kompetitif dan sangat sulit mengakui kesalahan mereka. Ini menciptakan suatu situasi yang tidak mudah bagi seorang pendeta untuk mengoreksi mereka karena identitas mereka lebih berakar pada kemampuan mereka daripada Tuhan mereka.

9. Mereka tidak mempelajari Firman tetapi bergantung pada sesi kebaktian di gereja untuk perjalanan rohani mereka.

Beberapa tahun yang lalu saya terkejut menyadari bahwa banyak pemimpin pujian yang saya ketahui tidak memiliki kehidupan doa dan jarang membuka Alkitab untuk dipelajari secara pribadi! Seringkali, mereka bergantung pada acara ibadah dan / atau perbaktian untuk menggantikan waktu berhubungan dengan Tuhan. Ini membuat saya khawatir bahwa banyak pemimpin pujian bukanlah seorang penyembah!

10. Mereka tidak memiliki seorang yang dewasa secara rohani yang memimpin tim pujian.

Semua poin sebelumnya disebutkan bisa ditangani jika pemimpin pujian mereka adalah seorang yang rohani dan bertanggung jawab. Tentu saja, ini hanya akan terjadi jika pemimpin pujian bukan seorang diva tapi murid nyata dari Kristus. Pemimpin menetapkan budaya tim dan jika dia “tidak dewasa” secara rohani maka kemungkinan besar seluruh tim akan lebih berfokus kepada kinerja dibandingkan penyembahan.

Kesimpulannya: Saya berdoa agar para pendeta dan pemimpin akan memiliki keberanian untuk tidak mendudukkan tim pujian yang berbakat tapi sombong dan duniawi untuk melayani dalam perbaktian, sehingga Yesus akan sekali lagi menjadi pusat ibadah kita.

Sumber: Joseph Mattera

Joseph Mattera telah terlibat didalam pelayanan gereja penuh waktu sejak tahun 1980 dan saat ini menjadi Uskup Koalisi Perjanjian Kristus dan Uskup Pengawas Gereja Resurrection di New York. Dia juga menjabat sebagai Duta Besar Amerika Serikat untuk Koalisi Rasul Internasional , dan sebagai salah satu Uskup Ketua pendiri Persekutuan Gereja Injili Internasional.

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back To Top