[AkhirZaman.org] Mendengar kata stres, rasa-rasanya tak jauh dari sesuatu yang berbau negatif seperti tekanan dan beban pikiran. Tetapi sebenarnya stres tidaklah demikian.
dr Soetjipto, SpKJ(K), Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) cabang Surabaya menjelaskan, definisi stres yang sebenarnya merupakan suatu keadaan di mana seseorang dituntut untuk melakukan penyesuaian diri, baik secara fisik maupun mental.
Akan tetapi bentuk stres itu sendiri ada dua, yaitu eustress, di mana tekanan yang dirasakan seseorang justru berdampak positif bagi kesehatan mentalnya. Ada juga distress atau disebut dr Cipto sebagai stres yang buruk karena memicu respons negatif pada diri seseorang. Distress inilah jenis stres yang banyak dikenal orang.
“Kalau dia sudah mengikuti ujian, sudah belajar, ternyata lulus, dia menjadi orang yang mentalnya lebih kuat karena bisa mengatasi stres, itu namanya eustress,” jelasnya kepada detikHealth usai Seminar Media bertemakan Depresi: Yuk Curhat di RS Jiwa Menur Surabaya, Selasa (9/5/2017).
“Sebaliknya, misalnya dia diputus pacar terus nggak mau makan nggak mau minum, ini sudah distress,” lanjutnya.
Ditambahkan dr Cipto, kondisi inilah yang kemudian berkembang menjadi beragam kondisi seperti gangguan cemas, fobia, ataupun depresi.
Untuk membedakan mana orang yang mengalami stres saja dengan yang depresi, dr Cipto mengutarakan, ada tiga gejala penting yang bisa dilihat.
Pertama, ciri utamanya fisiknya terlihat sedih, begitu juga dengan mood-nya. “Jadi wajahnya kelihatan sedih, kalau ditanya juga perasaannya sedih,” terangnya.
Ciri kedua, yang bersangkutan mudah sekali kelelahan atau disebut sebagai energia. Menurut dr Cipto, orang seperti ini sangat mudah kelelahan meskipun hanya melakukan sedikit pekerjaan.
“Kemudian anhedonia, artinya melakukan sesuatu yang biasanya seneng, sekarang jadi nggak seneng. Tadinya kalau diajak belanja gratis gitu seneng, tapi sekarang diajak ogah-ogahan, males,” urainya.
Selain ketiga gejala utama tadi, tiap orang akan memperlihatkan pertanda yang berbeda-beda. Namun biasanya tidak jauh-jauh dari kehilangan nafsu makan, tidur tak nyenyak, jantung berdebar-debar atau cenderung menarik diri dari kehidupan sosial.
“Di Jawa Timur sendiri, yang depresi sekitar 7 persen dari populasi, dengan rentang usia 18-35 tahun. Tetapi sekarang kesadaran masyarakat (untuk mencari bantuan, red) mulai bagus. Jadi kalau ada gejala rasanya kok seperti mengarah ke kejiwaan, mereka segera datang ke psikiater. Tren ini kira-kira mulai nampak di lima tahun terakhir,” papar dokter berkacamata tersebut.
Untuk bisa tahu atau memastikan apakah Anda terserang depresi atau tidak, Kementerian Kesehatan RI sejak dua tahun lalu telah meluncurkan aplikasi bernama Sehat Jiwa, yang bisa diunduh secara cuma-cuma di Google Play Store untuk Android.