1. Gembala Yang Baik Dan Orang-Orang Upahan
[AkhirZaman.org] Kata-kata vested interest (kepentingan pribadi yang tetap) telah membudaya di masyarakat. Kebenaran dapat dibelokkan karena vested interest. Keadilan dapat dikorbankan karena vested interest. Kejahatan dapat dibenarkan karena vested interest.
Walau secara tidak langsung, dalam Yohanes 10:11-15, Yesus membahas soal vested interest ini. Ia berkata: “Akulah gembala yang baik, gembala yang baik memberikan nyawanya bagi domba-dombany; sedangkan seorang upahan yang bukan gembala, dan yang bukan pemilik domba-domba itu sendiri, ketika melihat serigala datang, meninggalkan domba-domba itu lalu lari, sehingga serigala itu menerkam dan menceraiberaikan domba-domba itu, Akulah gembala yang baik….dan Aku memberikan nyawaku bagi domba-dombaKu.”
Orang upahan dalam perumpamaan Yesus yang di atas merupakan orang yang mempunyai vested interest. Ia tidak memperhatikan domba-domba dengan kesungguhan hati. Ia hanya menjaga domba-domba secara sepintas lalu oleh karena ia diupah. Apabila hanya datang, ia tidak memikirkan keselamatan domba-domba itu. Ia melarikan diri dan meninggalkan domba-domba itu untuk diterkam dan dicerai-beraikan oleh serigala.
Apa motif kita mengajar orang? Sudahkah kita memperhatikan perumpamaan Yesus yang di atas? Sudahkan kita mengerti bahwa jika penggembalaan Yesus bagi domba-domba-Nya itu dituntut dari masing-masing kita yang diberi tanggung jawab? Sudahkah kita meresapi ucapan Yesus bahwa seorang gembala yang baik memberikan nyawanya bagi domba-dombanya? Seorang gembala yang baik tidak mempunyai vested interest. Ia bukan orang upahan.
Bukanlah suatu perkara kecil untuk menjadi pendeta, ketua sidang, pemimpin diakon atau guru. Semua jabatan di dalam gereja merupakan jabatan yang besar tanggung jawabnya sebab jiwa penggembalaan Yesus dituntut dari tiap jabatan tersebut. Betapa seringnya kita berlomba untuk jabatan-jabatan di dalam gereja dengan tidak memikir panjang mengenai tanggung jawab kita terhadap keselamatan domba-domba Allah.
Seringkali kita bertindak seperti orang-orang upahan saja. Kita belum menyadari hal ini, mungkin, tetapi apabila kita berani menganalisa motif kita, kita akan melihat bahwa kita masih banyak melakukan perkara-perkara yang kita lakukan hanya karena kepentingan kita pribadi dan bukan karena perhatian kita yang sungguh-sungguh bagi keselamatan domba-domba yang ada di dalam gereja.
Zaman kita ini terkenal sebagai zaman silat lidah, zaman berpolitik tinggi. Banyak kata-kata diucapkan, tetapi kata-kata kita itu makin hari makin menjadi kurang nilai harganya. Murah janji, sedikit digenapi. Tetapi nilai-nilai sorga tetap tinggal sama. Tuhan tidak mengharapkan kata-kata yang muluk dari kita. Ia hanya menunggu untuk melihat siapa-siapa yang akan menjadi gembala-gembala yang baik dalam mengikuti jejak-jejak-Nya. Siapa yang bekerja tanpa vested interest.
2. Gembala Yang Baik Mengatakan Apa Yang Perlu Untuk Keselamatan Domba-Domba
Hampir 600 tahun sebelum kedatangan-Nya yang pertama, Yesus telah memperlihatkan malaikat Gibrail untuk memberitahu kepada Daniel bahwa setelah diurapi (dibaptis dan dihinggapi Roh Kudus), Ia akan menetapkan perjanjian dengan umat-Nya selama 3 ½ tahun setelah mana yang Ia akan “disingkirkan”. Waktu-Nya hanya singkat. Dalam waktu yang singkat itu, Yesus harus menyatakan Allah Bapa dan misi-Nya kepada umat pilihan-Nya. Ia juga harus memberitahu apa yang bakal terjadi pada umat-Nya khususnya dan pada dunia umumnya. Di samping itu Ia harus memberitahukan jalan keselamatan melalui kelahiran kembali, satu jalan yang sempit yang tidak ada komprominya dengan kebesaran hidup dunia ini, satu jalan yang bakal tidak popular di antara umat-Nya.
Yesus tahu bahwa pemberitaan kebenaran itu akan membuat-Nya dibenci bahkan dibunuh. Tetapi gembala yang baik telah memberikan nyawaNya bagi domba-domba-Nya. Ia tidak mempunyai vested interest. Ia bukan orang upahan. Walaupun nyawa-Nya terancam, Ia menyatakan kebenaran demi keselamatan domba-domba-Nya. Yesus tidak datang di dunia ini untuk bersikap manis di mulut untuk menyenangkan manusia yang sedang tersekap dosa menuju kebinasaan. Ia menyatakan jalan keselamatan walaupun jalan itu tidak akan membuat-Nya disenangi orang. Hati-Nya tulus dalam kecintaan-Nya bagi manusia. Manusia adalah ciptaan-Nya sendiri dan milik-Nya sendiri. Itu sebabnya ia mengasihi mereka sampai pada kematian sekalipun. Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih yang sudah dinyatakan. Walau begitu, kasih itu dibenci !!
Seorang pendeta bernama Morris Venden, dalam bukunya menulis: “Umat Allah dinyatakan sebagai suam-suam kuku, tidak dingin pun tidak panas. Allah mulai mengirimkan amaran-amaran kepada mereka untuk membelokkan mereka dari arah yang mereka tuju dan untuk menolong mereka melihat perbedaannya di antara sekedar beragama, yaitu menjadi pendukung-pendukung organisasi dan menjadi rohani yang mengenal Allah secara pribadi.”
Arah perjalanan kita perlu dibelokkan. Mayoritas kita pada dewasa ini hanya sekedar beragama. Yang membaca ini diharap supaya tidak marah. Yang sudah mulai mengenal Yesus secara pribadi mungkin hanya beberapa orang seperti Pendeta Morris Venden saja. Kita yang mengadakan penyelidikan Alkitab saat sekarang ini masih berada di dalam satu kapal yaitu, kita masih sekedar beragama saja. Apa definisi Pendeta Venden mengenai sebutan “sekedar beragama”? Menurut Pendeta itu kalau kita hanya menjadi pendukung-pendukung organisasi dan belum mengenal Yesus secara pribadi, kita masih hanya sekedar beragama.
Hidup Yesus merupakan suatu teladan yang perlu dipelajari. Yesus sudah menyatakan kepada kita bagaimana kita dapat mengenal Dia secara pribadi. Dengan jalan memikul kuk-Nya, dan dengan jalan bersama dengan Dia di dalam mengikuti jejak-jejak-Nya, kita akan belajar untuk mengenal Dia secara pribadi. Dengan lain kata, selama ini kita berada di gereja atas dasar sekedar beragama saja, yaitu untuk hidup kesosialan kita, untuk menggabung di dalam organisasi saja, kita tidak mengenal Yesus secara perorangan. Kalau kita mencari kedudukan, kalau kita mencari ketenaran, ataupun kita tidak mencari semua itu tetapi hanya bergabung dengan gereja secara pasif, kita tidak akan mengenal Yesus sebagaimana yang diharapkan oleh-Nya.
Apakah kita semua ingin mengenal Yesus? Inilah masalahnya! Belum semua ingin mengenal Yesus. Yang kita inginkan hanyalah bergabung di dalam organisasi tanpa kesukaan kita terlalu diusik-usik. Kita bersedia menyerahkan sebagian saja dari kesukaan-kesukaan kita, tetapi kita belum mau menyerahkan semua kepada Tuhan. Untuk menjadi umat Tuhan, kita harus bersedia untuk menyerahkan sebagian dari kesukaan hidup ini.
Kita sudah bersedia untuk memelihara hari Sabat Tuhan. Kita sudah bersedia untuk menyerahkan perpuluhan kita kepada Tuhan. Kita sudah bersedia untuk meninggalkan perhiasan-perhiasan, makanan-makanan yang haram dan minuman-minuman yang mengandung racun. Kita sudah bersedia menjauhkan diri dari hiburan-hiburan yang tidak menyehatkan kerohanian kita seperti bioskop di gedung-gedung di luar rumah. Tetapi, apakah kita bersedia melangkah lebih lanjut untuk belajar mengenal Yesus secara pribadi yang lebih sempurna? Dalam hal ini kita sering terantuk pada batu sandungan. Kita merasa kesukaan kita terlalu diusik. Agama mempunyai tempatnya untuk menjadikan kita “baik”. Tetapi jangan lebih dari itu. Kalau lebih, hal itu menjurus kepada kefanatikan. Itu berbahaya! Kita yang berpikiran sehat harus menjauhkan diri dari segala bentuk kefanatikan.
Alasan-alasan kita nampaknya sangat masuk akal. Tetapi apakah kita sudah betul-betul mengerti dimana terletak garis pemisah di antara kefanatikan dan penyerahan total kepada kehendak Allah? Yesus tidak fanatik. Mengapa tidak? Karena Yesus tahu apa yang Ia lakukan. Orang fanatik adalah orang yang tidak tahu apa yang ia kerjakan. Ia tidak dapat membedakan permulaan dari penghabisannya. Yang akhir ia tempatkan di depan dan yang di depan ia tempatkan di belakang. Tahukah kita, bahwa dalam hal menolak untuk menghidupkan kebenaran Allah kita justru menjadi orang-orang yang fanatik dalam kebutaan kita?
Pertimbangkan bangsa Yahudi yang menolak Kristus. Siapa yang fanatik? Orang-orang Yahudi itu atau Kristus? Orang-orang Yahudi diulurkan tangan untuk keselamatan, tetapi orang-orang Yahudi secara buta menolak. Siapa yang fanatik? Pada akhir zaman ini siapa kira-kira yang fanatik, yang buta tetapi tidak mau mengakui kebutaannya atau saksi yang Setiawan yang berbicara kepada umat-Nya supaya kita boleh diselamatkan?
Marilah kita belajar untuk mengenal Yesus secara perorangan. Tetapi bagaimana hal itu dapat terlaksana? Kita harus terlebih dahulu mempelajari sifat-sifat dari gembala kita yang baik. Gembala kita itu tidak mempunyai vested interest (kepentingan pribadi). Gembala kita itu mengasihi domba-domba-Nya dengan suatu kasih yang murni. Kalau kita berharap mau mengenal Dia, biarlah kita senantiasa berdoa agar kasih sorga itu dipertambahkan di dalam diri kita.
Gembala kita itu menyatakan jalan yang benar walaupun kebenaran itu tidak membuat-Nya disukai orang. Kita harus belajar untuk menolong orang dengan menyatakan jalan kebenaran sekalipun kita akan dicurigai, dibenci dan tidak akan menjadi tenar karena kebenaran itu. Kita tidak akan menyinggung bahwa Gembala kita yang baik menyerahkan nyawa-Nya demi domba-domba-Nya. Ini terlalu tinggi bagi kita. Ini merupakan puncak kesempurnaan orang yang beriman. Kita belum akan berdoa untuk ini, tetapi seyogianya kita akan berdoa untuk perkara-perkara yang ada di dalam jangkuan kita. Kita perlu berdoa untuk diberi kemauan untuk mempelajari kebenaran firman-Nya. Ini ada di dalam jangkuan masing-masing kita. Sekiranya kita mulai mau menghargai kebenaran dan mau mempercayai kebenaran yang sudah dinyatakan melalui pimpinan Roh Kudus, kita akan membuat pilihan yang pertama ke arah pengenalan kepada Gembala kita yang baik.