[AkhirZaman.org] “Asal kujamah saja jubah-Nya, aku akan sembuh.” Matius 9:21. Ada seorang wanita malang yang mengucapkan kata-kata ini — seorang wanita yang selama dua belas tahun menderita suatu penyakit yang membuat hidupnya satu beban. Ia telah menghabiskan semua hartanya untuk biaya dokter dan pengobatan, namun penyakitnya itu dinyatakan tidak bisa sembuh. Namun pada saat ia mendengar tentang Tabib Agung itu, harapannya bangkit kembali. Ia berpikir, “Sekiranya saja aku dapat berada cukup dekat untuk berbicara kepada-Nya, aku akan dapat sembuh.”
Kristus sedang dalam perjalanan menuju rumah Yairus, seorang rabi Yahudi yang memohon supaya Ia datang untuk menyembuhkan putrinya. Permohonan yang menyayat hati itu, “Anakku perempuan sedang sakit, hampir mati, datanglah kiranya dan letakkanlah tanganmu atasnya, supaya ia selamat dan tetap hidup,” Markus 5:23, berhasil menjamah hati Kristus yang lembut dan penuh simpati, dan langsung Ia pergi bersama pemuka itu ke rumahnya.
Mereka bergerak maju dengan lambat, karena kerumunan orang banyak mendesak Yesus dari segala sisi. Sambil mencari jalan melewati kelompok orang banyak itu, Juruselamat mendekat ke tempat di mana wanita yang menderita itu berdiri. Berulang-ulang wanita itu mencoba dengan sia-sia untuk mendekati-Nya. Sekarang peluangnya tiba. Dia tidak melihat adanya peluang untuk berbicara kepada-Nya. Dia tidak mau menghalangi gerak maju Yesus yang bergerak dengan perlahan itu. Tapi dia pernah dengar bahwa kesembuhan bisa datang dari suatu jamahan pada jubah-Nya; dan, kuatir akan kehilangan satu kesempatan untuk sembuh, ia mendesak maju, sambil berkata kepada dirinya sendiri, “Asal kujamah saja jubah-Nya, aku akan sembuh.” Kristus mengetahui setiap pemikiran dalam benak wanita itu, dan Ia berjalan menuju ke tempat di mana wanita itu berdiri. Yesus menyadari kebutuhan yang besar dari wanita itu, dan Ia sedang menolong wanita itu untuk melatih iman.
Waktu Yesus lewat, wanita itu menerobos ke depan dan berhasil dengan susah payah menjamah tepi jubah Yesus. Saat itu juga ia tahu bahwa ia telah sembuh. Dalam satu jamahan itu dipusatkan iman kehidupannya, dan seketika itu juga rasa nyeri dan kelemahannya lenyap. Segera ia merasa getaran seakan-akan suatu arus listrik mengalir di setiap jaringan dalam tubuhnya. Dirasakannya suatu perasaan sehat yang sempurna. “Ia merasa bahwa badannya sudah sembuh dari penyakitnya.” Markus 5:29
Wanita yang bersyukur ini rindu untuk mengungkapkan rasa terima kasihnya kepada Tabib Agung itu, yang telah berbuat lebih banyak baginya hanya dengan satu jamahan dibandingkan dengan apa yang para dokter lakukan selama dua belas tahun yang panjang; namun dia tidak memiliki keberanian itu. Dengan hati yang penuh syukur dia berusaha menjauh dari kerumunan itu. Sekonyong-konyong Yesus berhenti, sambil memandang berkeliling Ia bertanya, “Siapa yang menjamah jubah-Ku?”
Sambil memandang kepada-Nya dengan keheranan, Petrus berkata, “Guru, orang banyak mengerumuni dan mendesak Engkau.” Lukas 8:45.
“Ada seorang yang menjamah Aku,” Yesus berkata, “sebab Aku merasa ada kuasa yang keluar dari diri-Ku.” Markus 5:46. Yesus dapat membedakan jamahan iman dari jamahan biasa kerumunan orang banyak yang tak peduli itu. Seseorang telah menjamah Dia dengan suatu maksud yang mendalam, dan orang itu telah menerima jawabannya.
Kristus tidak bertanya untuk mendapatkan informasi bagi diri-Nya. Ia ingin memberikan pelajaran bagi orang banyak, bagi murid-murid-Nya, dan bagi wanita itu. Ia ingin mengilhami orang-orang yang menderita dengan pengharapan. Ia ingin menunjukkan bahwa imanlah yang telah memberi kuasa penyembuhan. Rasa percaya wanita itu tidak boleh dibiarkan berlalu tanpa komentar. Allah harus dipermuliakan melalui pengakuan rasa terima kasihnya. Kristus rindu agar wanita itu mengerti bahwa Ia menyetujui tindakan iman wanita itu. Wanita itu tidak boleh tetap dalam ketidaktahuannya bahwa Yesus mengetahui penderitaannya, atau akan belas kasihan-Nya dan perkenan-Nya terhadap iman wanita itu, dan akan kuasa-Nya untuk menyelamatkan dengan sepenuhnya semua orang yang datang kepada-Nya.
Sambil memandang kepada wanita itu, Kristus mendesak untuk mengetahui siapa yang telah menjamah Dia. Sadar bahwa sia-sia untuk menyembunyikan hal tersebut, wanita itu maju ke depan dengan gemetar, dan tersungkur di kaki Yesus. Dengan air mata penuh rasa syukur dia menceritakan kepada Yesus, di hadapan orang banyak itu, mengapa dia telah menjamah jubah Yesus, dan bagaimana dia langsung menjadi sembuh. Wanita itu takut kalau tindakannya menjamah jubah Yesus dianggap sebagai satu hal takabur; namun tak sepatah kata pun teguran keluar dari bibir Yesus. Yang Ia ucapkan hanyalah kata-kata merestui. Kata-kata itu keluar dari suatu hati yang penuh kasih, penuh dengan simpati atas keadaan manusia yang malang. “Hai anak-Ku,” dengan lembut Ia berkata, “imanmu telah menyelamatkan engkau, pergilah dengan selamat.” Markus 5:48. Betapa menggembirakan kata-kata itu bagi wanita ini. Sekarang rasa takut bahwa dia telah melakukan tindakan kesalahan tidak lagi mengganggu kesukaannya.
Kepada orang banyak yang ingin tahu dan telah berdesak-desak di sekeliling Yesus tidak keluar suatu kuasa apapun. Namun wanita yang menderita itu yang telah menjamah Dia dengan iman telah menerima kesembuhan. Jadi dalam hal-hal rohani sentuhan biasa berbeda dengan jamahan iman. Hanya semata-mata percaya akan Kristus sebagai Juruselamat dunia tidak akan pernah mendatangkan kesembuhan kepada jiwa. Iman menuju kepada keselamatan bukanlah sekadar persetujuan akan kebenaran injil itu. Iman yang sejati adalah yang menerima Kristus sebagai Juruselamat Pribadi. Allah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, agar saya, oleh percaya akan Dia, “tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.” Yoh 3:16. Apabila saya datang kepada Kristus, menurut firman-Nya, saya harus percaya bahwa saya menerima rahmat-Nya yang menyelamatkan itu. Hidup yang saya jalani sekarang adalah “hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku.” Galatia 2:20
Banyak orang memegang iman sebagai satu pendapat. Iman yang menyelamatkan adalah sebuah transaksi, melalui mana mereka yang menerima Kristus menggabungkan diri dalam hubungan perjanjian dengan Allah. Suatu iman yang hidup berarti suatu pertambahan kekuatan, suatu kepercayaan penuh, melalui rahmat Kristus, jiwa itu menjadi suatu kekuatan yang menaklukkan.
Iman adalah suatu penakluk yang lebih perkasa daripada kematian. Sekiranya orang sakit dapat dituntun untuk mengarahkan mata mereka dalam iman kepada Penyembuh yang penuh kuasa itu, kita akan melihat hasil yang ajaib. Hal itu akan mendatangkan kehidupan kepada tubuh dan kepada jiwa.
Dalam menangani para korban dari kebiasaan-kebiasaan buruk, gantinya menunjukkan kepada mereka keputusasaan dan kehancuran ke mana mereka sedang menuju, alihkanlah mata mereka kepada Yesus. Arahkanlah pandangan mereka kepada kemuliaan-kemuliaan surgawi. Ini akan lebih mujarab untuk menyelamatkan tubuh dan jiwa daripada menunjukkan semua kengerian kubur yang dihadapkan kepada orang yang tak berdaya dan seolah-olah tak berpengharapan itu.
“Sesuai dengan Belas kasihan-Nya Dia Menyelamatkan Kita”
Hamba seorang perwira sedang terbaring sakit lumpuh. Di kalangan orang-orang Roma, hamba adalah budak yang diperjualbelikan di pasar, dan sering diperlakukan dengan kejam dan bengis; tetapi perwira ini begitu dekat dengan hambanya itu, dan sangat mendambakan kesembuhannya. Dia percaya bahwa Yesus dapat menyembuhkannya. Dia tidak pernah berjumpa dengan Juruselamat, tetapi semua laporan yang dia dengar mengilhaminya dengan iman. Sekalipun terdapat sikap kaku dari orang-orang Yahudi, orang Roma ini diyakinkan bahwa agama mereka (Yahudi) lebih unggul dari agamanya sendiri. Dia telah menerobos rintangan prasangka dan kebencian nasional yang memisahkan para penakluk ini dari bangsa yang ditaklukkan itu. Dia telah menyatakan rasa hormat kepada pekerjaan pelayanan Allah dan telah menunjukkan kebaikan kepada orang-orang Yahudi sebagai penyembah Dia. Dalam pengajaran Kristus, sebagaimana yang dilaporkan kepadanya, perwira itu menemukan sesuatu yang memenuhi kebutuhan jiwa. Semua yang bersifat rohani dalam dirinya memberi sambutan kepada kata-kata Juruselamat itu. Namun dia sendiri berpikir bahwa dia tak layak untuk menghampiri Yesus, maka dia meminta kepada tua-tua Yahudi agar memohonkan kesembuhan bagi hambanya itu.
Para tua-tua menyampaikan soal itu kepada Yesus, mendesak bahwa “Dia layak Engkau tolong, sebab ia mengasihi bangsa kita dan dialah yang menanggung pembangunan rumah ibadat kami.”
Namun dalam perjalanan menuju rumah perwira itu, Yesus menerima sebuah kabar dari perwira itu sendiri, ” “Tuan, aku tidak layak menerima Tuan di dalam rumahku, katakan saja sepatah kata, maka hambaku itu akan sembuh. ” Matius 8:8.
Namun Juruselamat tetap berjalan terus, lalu perwira itu secara pribadi datang guna melengkapi berita itu, sambil berkata, “Sebab itu aku juga menganggap diriku tidak layak untuk datang kepada-Mu,” “tetapi katakan saja sepatah kata, maka hambaku itu akan sembuh. Sebab aku sendiri seorang bawahan dan di bawahku ada pula prajurit. Jika aku berkata kepada salah seorang prajurit itu: Pergi! maka ia pergi, dan kepada seorang lagi: Datang! maka ia datang, atau pun kepada hambaku: Kerjakanlah ini! maka ia mengerjakannya.” Matius 8:9.
“Aku mewakili kuasa Roma, dan prajurit-prajuritku mengakui wewenangku sebagai yang tertinggi. Jadi Engkau mewakili kuasa Allah yang tak terbatas, dan semua makhluk ciptaan menurut firman-Mu. Engkau dapat perintahkan penyakit itu supaya lenyap dan ia akan mematuhi Engkau. Cukup katakan itu saja, maka hambaku akan sembuh.”
Kristus berkata: “‘Pulanglah dan jadilah kepadamu seperti yang engkau percaya.’ Maka pada saat itu juga sembuhlah hambanya.” Matius 8:13.
Tua-tua Yahudi telah memuji perwira itu di hadapan Kristus oleh karena kebaikan yang dia telah tunjukkan kepada “bangsa kita.” Dia layak, kata mereka, karena “dialah yang menanggung pembangunan rumah ibadat kami.” Tetapi perwira itu berkata kepada dirinya sendiri, “Aku tidak layak.” Namun dia tidak takut untuk meminta pertolongan dari Yesus. Bukan pada kebaikannya itu dia percaya, melainkan pada belas kasihan Juruselamat. Satu-satunya alasan perwira itu adalah kebutuhannya yang besar.
Di dalam cara yang sama setiap insan manusia dapat datang kepada Kristus. “Dia telah menyelamatkan kita, bukan karena perbuatan baik yang telah kita lakukan, tetapi karena rahmat-Nya.” Titus 3:5. Adakah engkau merasa bahwa karena engkau seorang berdosa maka engkau tidak dapat berharap untuk menerima berkat dari Allah? Ingat bahwa Kristus datang ke dunia ini untuk menyelamatkan orang-orang berdosa. Kita tidak mempunyai apa-apa untuk menyodorkan diri kita kepada Allah; permohonan yang boleh kita desakkan sekarang dan selamanya ialah keadaan kita yang sama sekali tak berdaya, yang membuat kuasa penebusan-Nya menjadi suatu keperluan. Dengan menyangkal seluruh kebergantungan pada diri sendiri, kita boleh memandang kepada kayu salib Golgota dan berkata:
“Dalam tanganku tak ada yang berharga kubawa;
Semata-mata kepada kayu salib-Mu aku berpaut.”
“Tidak ada yang mustahil bagi orang yang percaya.” Markus 9:23. Imanlah yang menghubungkan kita dengan surga dan mendatangkan kekuatan kepada kita untuk menghadapi kuasa-kuasa kegelapan. Dalam Kristus, Allah menyediakan cara untuk menundukkan setiap sifat yang jahat dan menolak setiap penggodaan, bagaimanapun kuatnya. Namun banyak yang merasa bahwa mereka kurang iman, dan oleh karenanya mereka tetap menjauh dari Kristus. Biarlah jiwa-jiwa ini, dalam ketidaklayakan mereka, menjatuhkan diri ke atas rahmat Juruselamat yang penuh dengan belas kasihan. Jangan melihat diri sendiri, tetapi pandanglah Kristus. Ia yang menyembuhkan orang sakit dan mengeluarkan setan-setan ketika Ia berjalan di antara manusia adalah tetap Penebus perkasa yang sama. Jika demikian raihlah janji-janji-Nya sebagai daun-daun pohon kehidupan. “Dan barangsiapa datang kepada-Ku, ia tidak akan Kubuang.” Yohanes 6:37. Pada saat engkau datang kepada-Nya, percayalah bahwa Ia menerima engkau, karena Ia telah berjanji demikian. Engkau tak akan pernah binasa selagi engkau melakukan hal ini — ya, takkan pernah.
“Sebab Engkau, ya Tuhan, baik dan suka mengampuni, dan berlimpah kasih setia bagi semua orang yang berseru kepada-Mu
. . . Pada hari kesesakanku aku berseru kepada-Mu, sebab Engkau menjawab aku.” Mazmur 86:5-7.
Jika Engkau, ya Tuhan, mengingat-ingat kesalahan-kesalahan, Tuhan, siapakah yang dapat tahan? Tetapi pada-Mu ada pengampunan, supaya Engkau ditakuti orang . . . Berharaplah kepada Tuhan, hai Israel! Sebab pada Tuhan ada kasih setia, dan Ia banyak kali mengadakan pembebasan.” Mazmur 130:3-7.
“Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita ketika kita masih berdosa.” Roma 5:8
Dan “Jika Allah di pihak kita, siapakah yang akan melawan kita? Ia, yang tidak menyayangkan Anak-Nya sendiri, tetapi yang menyerahkan-Nya bagi kita semua, bagaimanakah mungkin Ia tidak mengaruniakan segala sesuatu kepada kita bersama-sama dengan Dia?” Roma 8:31, 32
“Sebab aku yakin, bahwa baik maut, maupun hidup, baik malaikat-malaikat, maupun pemerintah-pemerintah, baik yang ada sekarang, maupun yang akan datang, atau kuasa-kuasa, baik yang di atas, maupun yang di bawah, ataupun sesuatu makhluk lain, tidak dapat memisahkan kita dari kasih Allah, yang ada dalam Kristus Yesus, Tuhan kita.” Roma 8:38, 39
Engkau Dapat Mentahirkan Aku.”
Dari semua penyakit yang dikenal di Timur, kusta adalah yang paling ditakuti. Sifat penyakit itu yang tak dapat disembuhkan dan menular, serta pengaruhnya yang mengerikan atas korban-korbannya, menghantui orang yang paling berani sekalipun dengan rasa gentar. Di antara orang-orang Yahudi penyakit ini dianggap sebagai satu hukuman akibat dosa, karena itu penyakit ini disebut sebagai “pukulan,” “tudingan jari Allah.” Berakar dalam, tak dapat dimusnahkan, mematikan, maka penyakit itu dipandang sebagai lambang dosa.
Oleh suatu undang-undang keagamaan orang kusta dinyatakan najis. Apa saja yang dijamahnya menjadi najis. Udara dikotori oleh napasnya. Seperti seorang yang sudah mati, dia diusir keluar dari tempat pemukiman manusia. Seseorang yang dicurigai mengidap penyakit ini harus menghadapkan dirinya kepada para imam, yang akan memeriksa dan menentukan kasusnya. Jika dinyatakan sebagai seorang kusta, dia diasingkan dari keluarganya, dikeluarkan dari perhimpunan orang Israel, dan dihukum hanya bergaul dengan mereka yang mempunyai penderitaan yang sama. Bahkan raja-raja dan para penguasa sekalipun tak terkecuali. Seorang raja yang terserang penyakit mengerikan ini harus menyerahkan tongkat kekuasaannya dan menyingkir dari masyarakat.
Jauh dari sahabat-sahabat dan sanak keluarganya, orang kusta itu harus memikul kutukan penyakitnya itu. Ia wajib untuk mengumumkan nasib celakanya itu, mencabik-cabik pakaiannya, serta membunyikan tanda peringatan, memberi amaran kepada semua orang supaya lari dari kehadirannya yang mencemarkan itu. Seruan “Najis! Najis!” yang terdengar dalam nada-nada meratap dari orang terbuang yang kesepian itu, merupakan suatu tanda yang didengar dengan rasa takut dan jijik.
“Siapa dapat mendatangkan yang tahir dari yang najis? Seorang pun tidak!” Ayub 14:4. “Bersihkanlah aku dari pada dosaku dengan hisop, maka aku menjadi tahir, basuhlah aku, maka aku menjadi lebih putih dari salju.” Mazmur 51:10
Dalam wilayah pelayanan Kristus terdapat banyak penderita ini, dan di saat berita-berita tentang pekerjaan-Nya sampai kepada mereka, ada seorang yang dalam hatinya iman itu mulai bertumbuh. Seandainya saja ia dapat pergi kepada Yesus, maka dia dapat disembuhkan. Namun bagaimana dia bisa menemukan Yesus? Terhukum dengan pengasingan selama-lamanya, bagaimana dia boleh menghadapkan dirinya kepada Penyembuh itu? Akankah Kristus menyembuhkannya? Tidakkah Ia, seperti orang-orang Farisi, bahkan para tabib yang mengucapkan suatu kutuk atasnya lalu memberi amaran kepadanya supaya menyingkir dari perburuan manusia?
Dia memikir-mikirkan semua yang telah diceritakan kepadanya tentang Yesus. Tak seorang pun yang sudah mencari pertolongan-Nya itu ditolak. Orang yang malang ini mengambil tekad untuk menemukan Juruselamat itu. Walaupun tak diizinkan masuk ke dalam kota, bisa saja ia berpapasan dengan-Nya di salah satu jalan di pegunungan, atau menemukan Dia selagi mengajar di luar kota. Kesulitannya besar, namun inilah satu-satunya pengharapannya.
Sambil berdiri di kejauhan, orang kusta itu menangkap beberapa kata dari bibir Juruselamat itu. Ia melihatNya menumpangkan tangan ke atas orang sakit. Ia melihat orang timpang, orang buta, orang lumpuh, dan mereka yang sekarat karena berbagai-bagai penyakit bangkit menjadi sehat lalu memuji Allah karena kelepasan itu. Imannya semakin kuat. Ia beringsut semakin lama semakin dekat kepada kerumunan orang yang sedang mendengarkan itu. Semua larangan yang berlaku atasnya, keselamatan orang banyak, rasa takut orang banyak kepadanya, semuanya dilupakan. Yang dia pikirkan hanyalah tentang harapan kesembuhan yang berbahagia itu.
Dirinya merupakan satu pemandangan yang memuakkan. Penyakit itu telah menyerang secara mengerikan, dan tubuhnya yang membusuk itu sungguh menakutkan untuk dipandang. Begitu melihat dirinya orang banyak mundur. Dalam kengerian mereka berjejal satu dengan yang lain untuk menghindari terjadinya kontak dengannya. Beberapa orang berusaha mencegah dia menghampiri Yesus, tetapi sia-sia. Dia sama sekali tidak menggubris mereka. Pernyataan-pernyataan muak mereka sama sekali tidak dipedulikannya. Dia hanya melihat Putra Allah, dia hanya mendengar suara yang mengucapkan kehidupan kepada orang yang sekarat.
Sembari terus mendesak maju kepada Yesus, dia menjatuhkan dirinya di kaki Yesus dengan seruan, “Tuan, jika Tuan mau, Tuan dapat mentahirkan aku.”
Yesus menjawab, “Aku mau, jadilah engkau tahir,” lalu Ia menaruh tangan-Nya ke atasnya. Matius 8:2, 3
Dengan segera suatu perubahan melanda orang kusta itu. Darahnya menjadi sehat, saraf-sarafnya menjadi peka, otot-ototnya menjadi kuat. Permukaan kulitnya yang berwarna putih bersisik secara tidak wajar sebagaimana layaknya seorang kusta, kini menghilang; dan dagingnya menjadi seperti daging seorang anak kecil.
Seandainya saja para imam mengetahui semua fakta tentang penyembuhan orang kusta ini, kebencian mereka terhadap Kristus akan menuntun mereka untuk memvonis secara tidak jujur. Yesus ingin agar suatu keputusan yang tulus dijamin. Itu sebabnya Ia menyuruh orang itu agar tidak menceritakan kepada siapa pun tentang kesembuhan itu, tetapi tanpa menunda dia menghadapkan dirinya ke kaabah sambil membawa persembahan sebelum kabar tentang mukjizat itu tersebar luas. Sebelum para imam dapat menerima persembahan seperti itu, mereka dituntut harus memeriksa si pembawa persembahan itu dan menyatakan kesembuhannya yang sempurna.
Pemeriksaan ini pun diadakan. Para imam yang telah menghukum orang kusta ini ke pembuangan memberi kesaksian tentang kesembuhannya. Orang yang telah sembuh itu dikembalikan ke rumah dan lingkungan masyarakatnya. Dia merasa bahwa anugerah kesehatan itu sangat berharga. Dia bersuka atas pemulihan kekuatannya sebagai seorang laki-laki dan dikembalikannya dia kepada keluarganya. Kendatipun sudah diperingatkan oleh Yesus namun dia tak dapat menyembunyikan lebih lama lagi fakta penyembuhannya, dan dengan penuh kesukaan dia berkeliling memasyhurkan kuasa Seorang yang telah menyembuhkannya.
Pada waktu orang ini datang kepada Yesus, dirinya “penuh dengan kusta.” Racunnya yang mematikan itu telah merambah ke seluruh tubuhnya. Para murid mencari jalan untuk mencegah Guru mereka agar tidak menjamah dia; karena dia yang menjamah seorang kusta menjadikan dirinya najis. Namun dalam menaruh tangan-Nya ke atas orang kusta itu, Yesus sama sekali tidak tercemar. Penyakit kusta itu telah ditahirkan. Begitulah dengan penyakit kusta dosa, berakar dalam, mematikan, mustahil untuk dibersihkan oleh kuasa manusia. “Seluruh kepala sakit dan seluruh hati lemah lesu. Dari telapak kaki sampai kepala tidak ada yang sehat; bengkak dan bilur dan luka baru.” Yesaya 1:5, 6. Tapi Yesus yang datang dan tinggal dalam ujud kemanusiaan, tidak dicemari. Hadirat-Nya adalah khasiat penyembuhan bagi orang berdosa. Siapa saja yang mau jatuh di kaki-Nya dan berkata dalam iman, “Tuan, jika Tuan mau, Tuan dapat mentahirkan aku,” akan mendengar jawaban: “Aku mau, jadilah engkau tahir.”
Dalam beberapa contoh penyembuhan, Yesus tidak segera memberikan berkat yang dicari. Namun dalam kasus penyakit kusta itu, begitu diminta, langsung dikabulkan. Bilamana kita berdoa untuk mendapatkan berkat-berkat duniawi, jawaban kepada doa kita bisa saja ditangguhkan, atau Allah boleh saja memberi kita sesuatu yang lain dari yang kita minta; namun tidak demikian jika kita meminta kelepasan dari dosa. Adalah kehendak-Nya untuk menyucikan kita dari dosa, untuk menjadikan kita putra-putri-Nya, dan untuk menyanggupkan kita menghayati suatu kehidupan yang suci. Kristus “telah menyerahkan diri-Nya karena dosa-dosa kita, untuk melepaskan kita dari dunia yang jahat yang sekarang ini, menurut kehendak Allah dan Bapa kita.” Galatia 1:4. “Dan inilah keberanian percaya kita kepada-Nya, yaitu bahwa Ia mengabulkan doa kita, jikalau kita meminta sesuatu kepada-Nya menurut kehendak-Nya. Dan jikalau kita tahu bahwa Ia mengabulkan apa saja yang kita minta, maka kita juga tahu bahwa kita telah memperoleh segala sesuatu yang telah kita minta kepada-Nya.”
Yesus memandang kepada orang-orang yang cemas dan berhati berat, mereka yang pengharapannya telah hancur, dan yang dengan kesenangan duniawi sedang berusaha untuk mendiamkan kerinduan jiwa itu, dan Ia mengundang semua untuk menemukan perhentian di dalam Dia.
Engkau Akan Mendapat Perhentian”
Dengan lembut Ia mengimbau kepada orang banyak yang letih itu, “Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan.” Matius 11:29
Dengan kata-kata ini, Kristus sedang berbicara kepada setiap insan manusia. Apakah mereka sadari atau tidak, semua sedang letih dan berbeban berat. Semua sedang dibebani dengan pikulan-pikulan yang hanya Kristus dapat melepaskannya. Beban paling berat yang kita pikul adalah beban dosa. Sekiranya kita dibiarkan memikul beban ini, maka beban itu akan meremukkan kita. Namun Ia Yang Tak Berdosa itu telah mengambil tempat kita. “Tuhan telah menimpakan kepada-Nya kejahatan kita sekalian.” Yesaya 53:6
Ia telah memikul beban kesalahan kita. Ia akan mengangkat beban itu dari bahu kita yang letih. Ia akan memberi kita perhentian. Beban kesusahan dan dukacita juga akan dipikul-Nya. Ia mengajak kita untuk menyerahkan seluruh beban kita kepada-Nya, karena Ia memikul kita di hati-Nya.
Saudara Tua kita itu berada di takhta yang kekal. Ia memandang kepada setiap jiwa yang menoleh kepada-Nya sebagai Juruselamat. Ia tahu dari pengalaman apa kelemahan umat manusia, apa yang menjadi kekurangan kita, dan di mana letak kekuatan penggodaan kita; karena “sama dengan kita, Ia telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa.” Ibrani 4:5. Ia memperhatikan engkau, hai anak Allah yang gemetar. Apakah engkau tergoda? Ia akan melepaskan. Apakah engkau lemah? Ia akan menguatkan. Apakah engkau tidak berpengetahuan? Ia akan menerangi. Adakah engkau terluka? Ia akan menyembuhkan. Tuhan “menentukan jumlah bintang;” namun juga “Ia menyembuhkan orang-orang yang patah hati dan membalut luka-luka mereka.” Mazmur 147:4, 3.
Apapun kecemasan dan pergumulanmu, bentangkan masalahmu di hadapan Tuhan. Jiwamu akan disegarkan agar memiliki daya tahan. Jalan akan dibukakan bagimu guna melepaskan dirimu dari rasa malu dan kesukaran. Semakin lemah dan tak berdaya engkau menyadari dirimu, akan semakin kuatlah engkau di dalam kekuatan-Nya. Semakin berat bebanmu, semakin membahagiakan kelegaan dengan menyerahkan semua itu kepada Pemikul Bebanmu.
Keadaan bisa memisahkan sahabat; gelombang samudera luas yang bergelora bisa menerpa di antara kita dan mereka. Namun tidak ada keadaan, tidak ada jarak, yang dapat memisahkan kita dari Juruselamat. Di mana saja kita berada, Ia berada di samping kanan kita, untuk menopang, memelihara, menegarkan dan menggembirakan kita. Lebih besar dari kasih seorang ibu kepada anaknya adalah kasih Kristus kepada umat tebusan-Nya. Adalah hak istimewa kita untuk beristirahat dalam kasih-Nya, dengan mengatakan, “Aku akan menaruh percaya kepada-Nya karena Ia telah memberikan nyawa-Nya bagiku.”
Kasih manusia bisa berubah, namun kasih Kristus tak kenal berubah. Bila kita berseru kepada-Nya meminta pertolongan, tangan-Nya terulur untuk menyelamatkan.
“Sebab biarpun gunung-gunung beranjak dan bukit-bukit bergoyang, tetapi kasih setia-Ku tidak akan beranjak dari padamu, dan perjanjian damai-Ku tidak akan beranjak dari padamu, dan perjanjian damai-Ku tidak akan bergoyang, firman Tuhan, yang mengasihi engkau.” Yesaya 54:10
Sumber: Hidup Yang Terbaik, Bab 4