[AkhirZaman.org] Salah satu aspek yang luar biasa dari Tuhan menjadi manusia adalah bahwa pemberian ini bukanlah sementara. Tuhan menjadi manusia selama-lamanya!“ Dia [Tuhan] mengaruniakan AnakNya yang Tunggal untuk datang ke bumi, untuk mengambil kodrat manusia, bukan saja untuk beberapa tahun kehidupan yang singkat, melainkan untuk mempertahankan kodrat ini di pengadilan surga, janji kekal dari kesetiaan Tuhan.”—Ibid., hlm. 258 (lihat The Desire of Ages, hlm. 25).
Renungkanlah. Ini menggetarkan pikiran manusia. Kita dapat mengerti sedikit keajaiban tentang kelahiran Tuhan kita di Betlehem ketika Dia memenjarakan DiriNya di dalam ciptaanNya sendiri. Namun bagi Tuhan Sang Pencipta, yang berjalan di antara bintang-bintang dan memutarkan alam semesta baru mengelilingi orbitnya, untuk selama-lamanya dikungkung dalam ruang dan waktu—ini merentangkan pikiran manusia menyeberangi lautan kasih yang tanpa batas. Yesus benar-benar memberikan Diri-Nya kepada Planet Bumi dan kepada anda dan saya. Tuhan mengambil kodrat manusia selama-lamanya!
Umat manusia terakhir melihat Yesus di bumi ketika mereka berkumpul di Bukit Zaitun sesaat sebelum Dia diangkat ke langit dan melampaui pemandangan mereka. Namun Dia pergi dalam wujud sebagaimana yang mereka kenal selama 33 tahun—makhluk manusia seperti mereka sendiri. Sementara mereka memandang, terserap dalam keingintahuan mereka, “terangkatlah Ia disaksikan oleh mereka, dan awan menutupNya dari pandangan mereka” (Kisah 1:9). Apakah Dia pergi untuk se-lamanya? Apakah pengikut-pengikutnya yang setia akan pernah bertemu lagi dengan Dia? Kemanakah Dia pergi?
Pertanyaan-pertanyaan mereka segera sirna dengan pernyataan malaikat yang menghiburkan: “Hai orang-orang Galilea, mengapakah kamu berdiri melihat ke langit? Yesus ini, yang terangkat ke sorga meninggalkan kamu, akan datang kembali dengan cara yang sama seperti kamu melihat Dia naik ke sorga.” (ayat 11).
Yesus, si tukang kayu dari Nazaret, Sahabat banyak orang, Tabib yang murah hati, sekarang berada di surga, bukan sebagai roh yang tak berbentuk, bukan dalam “bentuk Tuhan” sebagaimana adanya sebelum Dia datang ke bumi (Filipi 2:6), namun sebagai manusia, mempertahankan kodrat kemanusiaanNya untuk selama-lamanya.
Demikianlah Stefanus mengenali Dia ketika Tuhan dengan kemurahan hati membukakan tirai antara langit dan bumi sesaat sebelum kehidupannya dihancurkan dengan batu-batu yang dilemparkan oleh orang-orang yang tidak tahan akan ke-benaran. “Tetapi Stefanus, yang penuh dengan Roh Kudus, menatap ke langit, lalu melihat kemuliaan Allah dan Yesus berdiri di sebelah kanan Allah. Lalu katanya: “Sungguh, aku melihat langit terbuka dan Anak Manusia berdiri di sebelah kanan Allah.” (Kisah 7:55, 56).
Paulus mendengarkan suaraNya pada hari yang menentukan itu di jalan Damaskus. Di tengah-tengah kejahatan rohaninya, Yesus melangkah masuk ke dalam kehidupannya dengan pertanyaan yang menggetarkan hati: “”Saulus, Saulus, menga-pakah engkau menganiaya Aku?” Jawab Saulus: “Siapakah Engkau, Tuhan?” Kata-Nya: “Akulah Yesus yang kauaniaya itu” (Kisah 9:4,5).
Yohanes diizinkan untuk melihat Gurunya sekilas ketika ia diasingkan ke pulau karang Patmos. Bukankah itu tindakan yang penuh kemurahan dari Tuhan kita—memberikan sahabatNya, yang telah menjadi saksi yang mulia bagiNya, jaminan terakhir bahwa segala sesuatunya tidak sia-sia! “Ketika aku melihat Dia, tersungkurlah aku di depan kakiNya sama seperti orang yang mati; tetapi Ia meletakkan tangan kananNya di atasku, lalu berkata: “Jangan takut! Aku adalah Yang Awal dan Yang Akhir, dan Yang Hidup. Aku telah mati, namun lihatlah, Aku hidup, sampai selama-lamanya dan Aku memegang segala kunci maut dan kerajaan maut” (Wahyu 1:17, 18).
Namun sementara waktu berjalan, sesuatu yang menyebabkan rasa ingin tahu dan menyedihkan terjadi pada gereja Kristen. Mereka kehilangan pandangan di mana Yesus berada sekarang dan apa yang dilakukan-Nya demi kita. Selama berabad-abad banyak orang di dalam gereja yang memusatkan perhatian mereka kepada Dia yang mati di kayu salib—personifikasi tragedi kemanusiaan. Mereka telah meninggikan Yesus sebagai guru terbesar tentang pembenaran yang pernah didengar manusia, memuliakan Dia karena integritas yang tanpa cacat cela dalam kepenuhannya, menghormati Dia karena dorongan moral yang Dia masukkan ke dalam sejarah manusia. Mereka tergerak oleh pengabaian sepenuhnya akan ideal-Nya, yang menggiring Dia ke kayu salib daripada menyerah kepada kejahatan. Namun disitulah mereka terakhir kali melihat Dia—di kayu salib.
Orang-orang Kristen yang lain meneruskan lebih lanjut; mereka memusatkan perhatian mereka kepada Yesus sebagai Juruselamat yang bangkit. Mereka melihat Dia di antara para pengikutNya selama 40 hari dan kemudian secara ajaib terangkat ke surga. Namun kemudian mereka kehilangan Dia dalam kekaburan tahun-tahun cahaya dan jargon-jargon teologia tentang pendamaian. Meskipun mereka mengetahui bahwa Dia di surga “di sebelah kanan Allah” mereka tidak memiliki pemahaman yang jelas tentang peran Kristus yang terus menerus dalam menyelesaikan rencana keselamatan.
Melihat Dia hanya di kayu salib saja adalah melihat hanya sebagian saja; mulia, memang demikian, namun itu hanya sebagian saja. Melihat Dia hanya sebagai Tuhan yang telah bangkit adalah juga melihat Dia hanya sebagian saja. Yang mencengangkan dan mengagumkan adalah gambaran yang indah tentang kasih yang tanpa batas—Tuhan membayarkan upah dari umat yang telah jatuh, dan bangkit dengan kemenangan dari kubur—pertunjukan ganda tentang kasih dan kuasa. Namun suatu gambaran sebagian dari Yesus menggiring kepada kesalahpahaman yang penting, seperti: (1) percaya bahwa kasihNya tak dapat dibendung, dan bahwa suatu hari dalam waktu Tuhan semua orang akan diyakinkan, dan oleh karenanya dimenangkan kembali kepada kerajaan kasih dan kemurahan yang mempersatukan kembali. Atau, (2) bahwa rasa syukur yang sederhana dengan mengakui bahwa Dia mati bagi dosa setiap orang itu sendiri adalah suatu ujian apakah seseorang layak untuk diselamatkan.
Umat-umat Tuhan haruslah diarahkan untuk percaya bahwa peran Tuhan kita dalam rencana keselamatan adalah lebih daripada melihat Dia di kayu salib, sebagaimana kematian-Nya yang ajaib dan suatu keharusan. Atau bahkan melihat Dia sebagai Tuhan yang telah bangkit, mulia dalam segala implikasinya. Mereka mengikut Yesus ke Bait Suci surgawi, mereka memandang lekat kepada Dia, Imam Besar bagi keluarga manusia, pengharapan yang hidup bagi setiap orang yang mencari pengampunan dan kemenangan atas kekuatan-kekuatan dosa.
Dalam kitab Ibrani, Paulus menyanyikan nyanyian kemuliaan dari pelayanan Tuhan kita yang terus berlanjut bagi manusia yang telah jatuh. Misalnya, “Karena kita sekarang mempunyai Imam Besar Agung, yang telah melintasi semua langit, yaitu Yesus, Anak Allah, baiklah kita teguh berpegang pada pengakuan iman kita” (Ibrani 4:14).
Paulus mengakui bahwa pemahaman yang jelas tentang Yesus sebagai imam besar kita adalah “sauh yang kuat dan aman bagi jiwa kita, yang telah dilabuhkan sampai ke belakang tabir, di mana Yesus telah masuk sebagai Perintis bagi kita” (Ibrani 6:19, 20). Ia mengumandangkan bahwa orang-orang Kristen dengan “penuh keberanian dapat masuk ke dalam tempat kudus, karena Ia telah membuka jalan yang baru dan yang hidup bagi kita melalui tabir, yaitu diriNya sendiri, dan kita mempunyai seorang Imam Besar sebagai kepala Rumah Allah. Karena itu marilah kita menghadap Allah dengan hati yang tulus ikhlas dan keyakinan iman yang teguh, oleh karena hati kita telah dibersihkan dari hati nurani yang jahat dan tubuh kita telah dibasuh dengan air yang murni” (Ibrani 10:19-22).
Sesuatu yang sangat signifikan bagi rencana keselamatan sedang berlangsung di surga hari ini karena Yesus adalah imam besar kita. Sesuatu yang signifikan dan istimewa harus terjadi di dalam kehidupan para pengikutNya di bumi karena peran Yesus sebagai imam besar kita.
Mengikuti Yesus ke dalam Bait Suci di surga tidak mengurangi penghargaan akan salib. Tanpa salib maka tidak akan ada imam besar di Bait Suci surga hari ini. Tetapi apa yang sekarang dilakukan Yesus mungkin adalah topik yang paling penting untuk dipahami oleh mereka yang berada di Planet Bumi.
Perhatian kita akan ketidakseimbangan ekologis, ledakan penduduk, pengadaan persenjataan nuklir, sampah—apapun, semua itu sirna dan menjadi tidak penting dibandingkan dengan apa yang harus kita ketahui tentang Yesus dan apa yang sedang diusahakan-Nya bagi planet yang didera kengerian ini. Di mana Yesus sekarang, dan apa yang ingin dilakukanNya, harus dipahami oleh semua orang yang mencari kedamaian kekal dalam hati mereka dan bagian dari menyegerakan ke-datangan Tuhan kita kembali.
Tidak heranlah jika seorang penulis Kristen Ellen White menuliskan, “Umat Tuhan sekarang ini harus memusatkan pandangan mereka kepada Bait Suci surga, di mana sedang berlangsung pelayanan terakhir dari imam besar kita dalam pekerjaan penghakiman—di mana Dia menjadi pengantara bagi umatNya.”—Evangelism, hlm. 223.
Mudahlah kita pahami mengapa Paulus mendesak pembacanya: “Sebab Imam Besar yang kita punya, bukanlah imam besar yang tidak dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan kita, sebaliknya sama dengan kita, Ia telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa. Sebab itu marilah kita dengan penuh keberanian menghampiri takhta kasih karunia, supaya kita menerima rahmat dan menemukan kasih karunia untuk mendapat pertolongan kita pada waktunya” (Ibrani 4:15, 16).
Dalam bagian berikut, kita akan mengikuti Tuhan kita ke dalam Bait Suci alam semesta, melihat Dia dalam peranNya sebagai korban dan imam bagi semua orang yang mengakui Dia sebagai Tuhan, dan mendengarkan Dia ketika Dia mengundang kita bekerja sama dengan Dia dalam menyelesaikan rencana besar penyelamatan orang-orang berdosa di Planet Bumi.
Catatan:
“Kristus tidak berpura-pura dalam mengambil kodrat manusia. Dia benar-benar mengambilnya. Dia dalam kenyataannya memiliki kodrat manusia. “Karena anak-anak itu adalah anak-anak dari darah dan daging, maka Ia juga menjadi sama dengan mereka dan mendapat bagian dalam keadaan mereka” (Ibrani 2:14). Dia adalah anak lelaki Maria; Dia adalah keturunan Daud menurut keturunan manusia. Dia dinyatakan sebagai manusia, bahkan Anak Manusia Yesus Kristus… Melalui ketaatan-Nya kepada seluruh hukum Tuhan, Kristus memberikan penebusan bagi manusia. Ini tidak dilakukan dengan keluar dari Diri-Nya menjadi sesuatu yang lain, namun dengan mengambil kemanusiaan ke dalam DiriNya. Maka, Kristus memberi manusia suatu keberadaan dari dalam Diri-Nya.Untuk membawa manusia ke dalam Kristus, untuk membawa manusia yang telah jatuh kepada satu kesatuan dengan keilahian, adalah pekerjaan penebusan. Kristus mengambil kodrat manusia sehingga manusia dapat menjadi satu dengan kodrat ilahi, dan menjadi lengkap di dalam Dia.”—Ellen G. White, Review and Herald, 5 April 1906.
“Pengantaraan Kristus demi manusia di dalam Bait Suci di atas adalah sangat mendasar bagi rencana keselamatan sebagaimana kematian-Nya di salib”– Ellen G. White, The Great Controver-sy, hlm. 489.
Istilah “Bait Suci” telah digunakan secara tepat selama bertahun-tahun bagi Bait Suci kuno dalam Perjanjian Lama (dan termasuk upacara-upacaranya), bagi Bait Suci surga (dan upacaranya), bagi gereja Kristen, dan bagi orang-orang Kristen yang setia yang mengizinkan dirinya menjadi kediaman bagi Tuhan surgawi, yang suka “bersemayam … bersama-sama orang yang remuk dan rendah hati” (Yesaya 57:15).